Ilustrasi lintah. (Pixabay)
BOGORISTIMEWA.com – Terapi lintah atau hirudoterapi menjadi salah satu alternatif pengobatan yang kembali mendapat sorotan di era medis modern.
Dosen Ilmu Biomedik di Fakultas Kedokteran IPB University, Sera Budi Verinda, SSi, MBiomed, menyampaikan bahwa hirudoterapi telah digunakan sejak ribuan tahun lalu dan masih dimanfaatkan sampai sekarang, terutama untuk kondisi-kondisi medis tertentu yang terbukti efektif ditangani dengan metode ini.
“Hirudotherapy adalah istilah medis untuk penggunaan lintah, khususnya Hirudo medicinalis, dalam pengobatan,” jelas Sera Budi Verinda melansir laman IPB, Senin (7/7/25).
Ia menyebutkan bahwa air liur lintah mengandung berbagai senyawa bioaktif seperti hirudin, yang berfungsi sebagai antikoagulan, serta enzim dan peptida yang mampu mengurangi pembekuan darah, meningkatkan sirkulasi, dan mengurangi peradangan.
Dalam praktik medis saat ini, hirudoterapi paling sering digunakan dalam bedah plastik dan rekonstruktif, terutama untuk mengurangi kongesti vena setelah prosedur pencangkokan jaringan atau penyambungan kembali bagian tubuh seperti telinga atau jari. Selain itu, terapi ini juga diterapkan dalam pengobatan kelainan pembuluh darah, seperti varises dan tromboflebitis.
Terkait efektivitasnya, Sera memaparkan bahwa hirudoterapi memberikan manfaat nyata, khususnya dalam menangani kongesti vena pascaoperasi rekonstruksi.
“Lintah membantu memulihkan aliran darah ketika aliran vena terganggu, sehingga meningkatkan kelangsungan hidup jaringan,” ujarnya. Ia mengutip sebuah tinjauan sistematis dari 12 studi yang menunjukkan hasil signifikan, meskipun terdapat risiko seperti kehilangan flap (26,5%), infeksi (26,5%), dan nekrosis flap (55,9%).
Dalam kasus nyeri kronis dan artritis, beberapa uji klinis melaporkan bahwa terapi ini mampu memberikan pereda nyeri hingga 12 bulan pascaaplikasi. Meski begitu, lanjut Sera, protokol yang digunakan masih bervariasi, mulai dari jumlah lintah hingga frekuensi penggunaannya.
Ia menuturkan, kedokteran gigi juga mulai melihat prospek positif dari hirudoterapi. Sebuah tinjauan sistematis menemukan bahwa terapi ini mampu meningkatkan kondisi peradangan gusi, mengurangi kedalaman kantong periodontal, serta mempercepat penyembuhan jaringan. Hal ini mendukung penggunaannya sebagai terapi tambahan dalam perawatan penyakit periodontal.
Meski demikian, ia mengungkap sejumlah risiko yang perlu diperhatikan. “Risiko utama tetap ada, terutama infeksi yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas dari lintah,” jelasnya.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar terapi ini hanya dilakukan di bawah pengawasan medis yang ketat, dengan penggunaan standar sterilisasi tinggi dan jika perlu, pemberian antibiotik profilaksis.
Ia juga menjelaskan perlunya kehati-hatian dalam menerapkan hirudoterapi untuk penyakit kronis seperti diabetes atau gangguan serebrovaskular, karena bukti ilmiah yang mendukung masih terbatas dan belum konsisten.
“Secara keseluruhan, hirudoterapi adalah alat klinis yang bernilai untuk kondisi tertentu. Saya hanya merekomendasikannya jika pengobatan konvensional tidak berhasil atau tidak memungkinkan. Namun, pastikan untuk selalu mendiskusikan pengobatan komplementer yang Anda pilih dengan Dokter Anda,” ucapnya. (**)