Menu

Mode Gelap
Ajang Karya Kreatif Jabar 2025, Desa Wisata Malasari Hadirkan Pengalaman VR Eksplorasi Halimun Komitmen Ketua DPD KNPI Kabupaten Bogor Ciptakan Pemuda yang Lebih Baik Lewat Pelatihan Tumbuhkan Minat Olahraga Warga, Destana Desa Tegal Kick Off Destana Cup Doris Sundari Kembali Pimpin Cabor Dance Sport Kabupaten Bogor Periode 2025-2029 Bingung Nyari Tempat Wisata? Yuk Coba ke Wisata Alam Seureuh Hejo Puskesmas Jampang Kenalkan TEH PETRA, Inovasi Percepat Skrining HIV Pada Pasien TB

Bogor Raya

Anak ‘Nakal’ Tak Cukup hanya Dikirim ke Barak Militer? Psikolog IPB University Jelaskan Hal Ini

badge-check


					Anak ‘Nakal’ Tak Cukup hanya Dikirim ke Barak Militer? Psikolog IPB University Jelaskan Hal Ini Perbesar

Psikolog IPB University, Nur Islamiah, berikan penjelasan soal anak nakal tak cukup dikirim ke barak militer. (Ist)

BOGORISTIMEWA.com – Program pembinaan di barak militer sebagai respons terhadap meningkatnya kenakalan remaja patut diapresiasi sebagai upaya nyata membentuk disiplin dan karakter generasi muda.

Namun, agar program ini memberikan dampak jangka panjang, pendekatan yang digunakan perlu disandingkan dengan pemahaman yang lebih menyeluruh terhadap akar perilaku anak, khususnya dari perspektif psikologi dan lingkungan ekologis anak.

Psikolog IPB University yang juga dosen Fakultas Ekologi Manusia IPB University, Nur Islamiah, M.Psi, PhD mengatakan bahwa dalam ilmu psikologi, perilaku menyimpang tidak semata-mata merupakan bentuk kenakalan, melainkan “sinyal” dari ketidakseimbangan dalam ekosistem kehidupan anak.

Ia menyebut teori ekologi dari Bronfenbrenner yang menekankan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh sistem yang saling terkait, mulai dari keluarga, sekolah, hingga lingkungan sosial yang lebih luas.

“Ketika seorang anak menunjukkan perilaku bermasalah, pertanyaan penting seharusnya diarahkan ke lingkungan terdekatnya, apakah anak merasa diperhatikan, diasuh secara konsisten, dan diliputi rasa aman?” ucap sosok yang kerap disapa Ibu Mia ini.

Mengutip teori kelekatan dari Bowlby, Mia mengatakan bahwa ketiadaan hubungan emosional yang aman dengan orang tua atau pengasuh utama dapat membuat anak kesulitan mengelola emosi.

Dalam banyak kasus, perilaku negatif menjadi cara anak “berteriak”, tanda untuk mengekspresikan kebutuhan yang tidak terpenuhi.

“Jika kondisi ini hanya direspons dengan pendekatan militeristik seperti push-up, baris-berbaris, atau kegiatan fisik lainnya, maka bukan hanya perubahan perilaku yang tidak tercapai secara berkelanjutan, tetapi juga muncul risiko menambah luka psikologis yang tersembunyi,” katanya.

Mia turut mengungkap teori pembelajaran sosial dari Bandura. Teori ini menggarisbawahi bahwa anak belajar melalui pengamatan dan peniruan terhadap figur di sekitarnya. Jika ia tumbuh di lingkungan yang sarat kekerasan atau ketegangan emosional, pola itulah yang cenderung direproduksi.

“Karena itu, anak tidak cukup diberi perintah, tetapi perlu disuguhkan contoh konkret tentang empati, komunikasi yang sehat, dan pengendalian emosi. Oleh karena itu, titik paling krusial yang tak boleh diabaikan dalam pembinaan anak adalah adalah peran dan tanggung jawab orang tua,” ungkapnya.

Mia melanjutkan, ketika seorang anak dianggap ‘nakal’, maka sangat mungkin yang ia lakukan adalah cerminan dari pola asuh di rumah. Oleh karena itu, tegasnya, orang tua juga perlu dibina. Tidak cukup hanya membina anak di luar rumah jika pola pengasuhan dalam keluarga tetap tidak berubah.

“Program seperti ini akan jauh lebih kuat jika orang tua diberikan pelatihan paralel, yakni tentang pola asuh yang sehat, keterampilan komunikasi, dan cara mengelola emosi dalam menghadapi dinamika anak dan remaja,” ucapnya.

Agar perubahan benar-benar menyentuh dan berkelanjutan, Mia menyarankan perlunya asesmen psikologis menyeluruh sebelum dan sesudah program. Selain itu, diperlukan pendampingan psikososial selama pelaksanaan, serta evaluasi berkala yang menilai tidak hanya perilaku, tetapi juga kondisi emosional anak.

“Semoga kebijakan yang telah dijalankan dapat terus dikembangkan menjadi ruang pembinaan yang tidak hanya membentuk kedisiplinan, tetapi juga menyuburkan kembali nilai-nilai luhur dalam diri anak,” ucapnya. (**/ipb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Ajang Karya Kreatif Jabar 2025, Desa Wisata Malasari Hadirkan Pengalaman VR Eksplorasi Halimun

20 Juli 2025 - 18:40 WIB

Komitmen Ketua DPD KNPI Kabupaten Bogor Ciptakan Pemuda yang Lebih Baik Lewat Pelatihan

20 Juli 2025 - 18:32 WIB

Tumbuhkan Minat Olahraga Warga, Destana Desa Tegal Kick Off Destana Cup

20 Juli 2025 - 18:15 WIB

Doris Sundari Kembali Pimpin Cabor Dance Sport Kabupaten Bogor Periode 2025-2029

20 Juli 2025 - 17:26 WIB

Bingung Nyari Tempat Wisata? Yuk Coba ke Wisata Alam Seureuh Hejo

20 Juli 2025 - 13:23 WIB

Trending di Bogor Raya